Pantai Karangbolng

Pantai Karangbolng

Pantai Karangbolng yang terlertak 50 Km dari kota Serang atau 140 Km dari kota Jakarta, berada di pinggir Jalan Raya Anyer - carita, merupakan kawasan rekreasi pantai dimana terdapat sebuah karang besar yang tengahnya berlubang secara alamiah dengan posisi menghadap ke laut lepas. Kemungkinan besar Karang Bolong ini terjadi karena akibat letusan gunung Krakatau pada tahun 1883. Di bagian puncaknya terdapat kupel peninjauan dan hutan mini sebagai tempat beristirahat sambil menikmati pemandangan laut lepas.

 

Air Panas Batukuwung

Pemandian Air Panas batukuwung

gambar : kolam air panas

Gambar : Sumber Air Panas

Terletak di kaki gunung Karang, tepatnya di desa Citasuk Kecamatan Padarincang, dapat dijangkau dengan berbagai kendaraan sekitar 35 Km ke selatan kota Serang, atau dapat juga melalui jalur Anyer - Cinangka - Batukuwung. Di tempat ini Anda bisa menikmati mandi air panas beryodium tinggi tanpa belerang atau mandi air dingin serta kolam renang. Atau dapat pula berekreasi disekitarnya untuk menikmati kesegaran alam lingkungannya yang masih segar.

 

Pulau Burung

Cagar Alam Pulau Burung

Pulau Dua atau juga biasa disebut Pulau Burung terletak di Teluk Banten. Berada di sebelah utara Kota Serang atau sebelah Tenggara kawasan Banten Lama. Dulu pulau ini terpisah dari Pulau Jawa dengan selat selebar 500m. Kalau ombak sedang surut, pulau ini menyatu dengan daratan Jawa. Lama-kelamaan, karena adanya pendangkalan Sungai Cibanten, batas antarpulau ini menjadi tidak jelas. Apalagi sekarang, endapan lumpur itu dijadikan tambak oleh penduduk sekitar.


Menyatunya kedua pulau ini bukanlah hal yang unik di dunia geologi, dan biasa disebut sebagai pembentukan tombolo. Lazimnya tombolo muncul bila jarak selat lebih kecil dari lebar pulau, kedalaman laut relatif dangkal, adanya arus satu arah atau adanya sumber sedimentasi.


Secara administratif Pulau Dua termasuk Desa Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, dengan letak geografisnya 106°-21’ BT dan 6°01 LS. Curah hujan rata-rata 1500-2000 mm per tahun yang terbasah. Januari dan Agustus merupakan bulan terkering dengan temperatur rata-rata 26°C. Ketinggian pulau antara 0-10 m dpl. Tanah bagian barat pulau agak kering sedangkan timur umumnya rendah dan berawa. Tanah dengan kandungan pasir yang tinggi tidak mampu menahan air hujan sehingga tanah di pulau ini umumnya kering. Sumber air tawar tidak ada. Air rawa berasal dari laut yang menggenang ketika pasang.


Pulau ini merupakan cagar alam yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) (bukan) Provinsi Banten? Entah mengapa di pos jaga yang berada di tengah pulau tersebut masih tertulis Provinsi Jawa Barat. Saking kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi Banten? Belakangan baru saya tahu bahwa kendati Banten sudah menjadi provinsi sendiri, gaji bulanan jagawana di pulau ini ternyata masih dibayar oleh BKSDA Provinsi Jawa Barat.


Pulau ini memiliki lebih dari 85 jenis tumbuhan yang tumbuh, tetapi yang umum dan yang mendominasi jenis api-api (Avicennia marina), bakau (Rhizopora apiculata), dan Diospyros maritime di timur dan sedikit bakau. Bahkan pada garis pantai timur menghadap utara dijumpai formasi tumbuhan api-api yang muda, kemungkinan pengaruh perluasan pulau. Pada pantai timur di tempat terbuka kumpulan beluntas (Pluchea indica less) dan beberapa semak kecil lainnya. Lebih ke arah laut, rumput tembaga/gelang laut (Sesuvium portulacastrum L), dan rerumputan berdaun tajam yang sempat melukai beberapa teman, serta rumput angin (Spinifex littoreus Merr). Makin ke dalam pulau pada rawa-rawa didominasi api-api diselingi bakau (Rhizophora apiculata) dan Sonnerata sp., Ki duduk, ki getah dan waru laut (Hibiscus tiliaceus L.). Sementara di sebelah utara, tanahnya berpasir dan kering serta lebih tinggi. Tumbuhan yang dapat dijumpai Ki ribut, Ki hoy, tulang ayam, kekapasan serta sawo kecik (Manilkara kauki Dub). Tebing pantai dihiasi dengan dadap (Erythrina veriegata L), waru laut, dan kepuh (Sterculia foetida).


Jumlah burung di pulau ini lebih dari 14 ribu ekor dari 108 jenis dengan jumlah yang migran sekitar 29 jenis. Para migran yang diduga dari Australia, Jepang, atau Hong Kong itu hanya sekadar cari makan, dalam penerbangannya yang cukup jauh itu untuk menghindari musim dingin. Datang kurus, kalau sudah gemuk pergi lagi. Hanya burung lokal yang bertelur dan berkembang biak di situ.


Pulau ini dijaga oleh seorang jagawana, Pak Madsahi namanya. Seorang yang sangat sederhana namun penuh pengabdian. Bayangkan ia sudah mengabdi di pulau ini sejak tahun 1979 dengan fasilitas seadanya. Untuk membuat menara pandang pun, ia harus membuatnya sendiri. Oh ya bapak ini pernah mendapatkan penghargaan kalpataru pada tahun 1983 untuk kategori pengabdi lingkungan dan tahun itu juga diangkat menjadi PNS. Tahun 1995 ia mendapat penghargaan Satya Lencana untuk pengabdi lingkungan dan tahun 1998 Pemerintah Provinsi Jawa Barat membiayai keberangkatannya ibadah haji.

 

Ujung Kulon

Taman Nasional Ujung Kulon

Kunjungan wisatawan ke sejumlah lokasi wisata yang berada di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) berkurang karena terhambat infrastruktur jalan yang rusak dan transportasi. Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Agus Priambudi, di Pandeglang, Banten, Jumat mengatakan, kunjungan wisatawan ke lokasi kawasan konservasi alam yang ada di ujung Barat Pulau Jawa tersebut, pada tahun ini cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

Sebelumnya setiap tahun rata-rata wisatawan yang berkunjung tidak kurang dari enam ribu orang, namun hingga akhir tahun ini hanya sekitar empat ribu orang. "Wisatawan rata-rata mengeluhkan jalannya yang jauh dan rusak serta kurangnya trasnportasi umum. Padahal, mereka kagum dengan keindahan alam di TNUK," katanya.

Etin mengatakan, biaya yang dikeluarkan untuk masuk kedalam kawasan wisata di TNUK nilainya tidak seberapa, karena hanya dipungut retribusi Rp2500 setiap orangnya, namun yang memberatkan mereka adalah infrastruktur jalan yang rusak dan langkanya sarana trasnportasi umum menuju kawasan wisata hutan dan pantai yang ada di TNUK itu.

Padahal, kata dia, potensi wisata yang bisa dinikmati sangat banyak, seperti pemandangan hutan tropis, pantai, wisata sejarah, dan bisa melihat beragam hewan liar yang akrab dengan manusia di Pulau Peucang.

Hal serupa juga disampaikan pengelola tempat wisata Pulau Umang, Aan, kendala langkanya sarana transportasi dan jalan yang sangat jauh dan rusak, menjadi salah satu faktor penghambat atau kurangnya minat para wisatawan yang datang ke lokasi tersebut. Padahal, jika dikelola dengan baik, bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat besar.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah daerah setempat khususnya Kabupaten Pandeglang agar memerhatikan infrastruktur jalan dan sarana transportasi untuk mendorong pertumbuhan industri wisata di wilayah Selatan Banten itu.

Pantauan di lokasi tersebut, jalan dari sepanjang Kecamatan Sumur hingga Kecamatan Panimbang yang melewati beberapa kecamatan sebelumnya, seperti Cimanggu, Cigeulis dan Cibaliung, di Kabupaten Pandeglang, meskipun jalan tersebut sudah diaspal, namun banyak sekali jalan rusak dan berlubang sehingga tidak nyaman untuk dilalui kendaraan.



 

Monas

Monumen Nasional jakarta

Gamabar : monas malam hari

Setiap hari libur, Monas selalu dikunjungi banyak wisatawan. Di sini Anda bisa menikmati banyak jenis wisata dan bahan pendidikan. Anda bisa menaiki monumen yang menjulang tinggi hingga ke puncak Monas. Anda juga dapat berolahraga bersama teman dan keluarga. Anda juga bisa menikmati taman yang indah dengan berbagai pepohonan yang rimbun dan asri. Atau Anda bisa menikmati hiburan air mancur yang menarik.

Sejarah Monas

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Sedangkan wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali menjadi Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.

Ukuran dan Isi Monas

Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.

  • Lidah Api
    Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan.
  • Pelataran Puncak
    Pelataran puncak luasnya 11x11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu.
  • Pelataran Bawah
    Pelataran bawah luasnya 45x45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah.
  • Museum Sejarah Perjuangan Nasional
    Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80x80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga G30S PKI.

Selain itu direncanakan untuk ditampilkan bendera pusaka dan naskah proklamasi yang asli di dalam bangunan Monas. Di sini juga ditampilkan rencana pembangunan kota Jakarta.


Gambar : Taman Monas

Taman Monas

Anda juga dapat menghilangkan rasa jenuh Anda dengan menikmati Taman Monas, yaitu sebuah hutan kota yang dirancang dengan taman yang indah.

Di taman ini Anda dapat bermain bersama kawanan rusa yang sengaja didatangkan dari Istana Bogor untuk meramaikan taman ini. Selain itu Anda juga dapat berolahraga di taman ini bersama teman maupun keluarga.

Taman Monas juga dilengkapi dengan kolam air mancur menari. Pertunjukan air mancur menari ini sangat menarik untuk ditonton pada malam hari. Air mancur akan bergerak dengan liukan yang indah sesuai alunan lagu yang dimainkan. Selain itu ada juga pertunjukkan laser berwarna-warni pada air mancur ini.

Bagi Anda yang ingin menjaga kesehatan, selain berolahraga di Taman Monas, Anda pun dapat melakukan pijat refleksi secara gratis. Di taman ini disediakan batu-batuan yang cukup tajam untuk Anda pijak sambil dipijat refleksi. Di taman ini juga disediakan beberapa lapangan futsal dan basket yang bisa digunakan siapapun.

Jika Anda lelah berjalan kaki di taman seluas 80 hektar ini, Anda dapat menggunakan kereta wisata. Taman ini bebas dikunjungi siapa saja dan terbuka secara gratis untuk umum.

Wisata Monas

Untuk mengunjungi Monas, ada banyak jenis transportasi yang dapat Anda gunakan. Jika Anda pengguna kereta api, Anda dapat menggunakan KRL Jabodetabek jenis express yang berhenti di Stasiun Gambir. Anda pun dapat menggunakan fasilitas transportasi Bus Trans Jakarta. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, tersedia lapangan parkir khusus IRTI, atau Anda dapat memarkir kendaraan Anda di Stasiun Gambir.

Untuk dapat masuk ke bangunan Monas, Anda dapat melalui pintu masuk di sekitar patung Pangeran Diponegoro. Lalu Anda akan melalui lorong bawah tanah untuk masuk ke Monas. Anda pun dapat melalui pintu masuk di pelataran Monas bagian utara. Jam buka Monas adalah jam 9.00 pagi hingga jam 16.00 sore.

Monas dapat menjadi salah satu pilihan Anda untuk berwisata bersama keluarga dan tempat mendidik anak-anak untuk lebih mengenal sejarah Indonesia. Anda pun dapat menikmati udara segar dari rindangnya pepohonan di Monas. Dan jangan lupa untuk menjaga kebersihan Taman Monas agar tetap indah untuk dinikmati siapapun.

Kantor Pengelola Monumen Nasional

Provinsi DKI Jakarta

Jl. Kebon Sirih No.22 Blok H Lt.IX No.53

Jakarta Pusat

Telp: (021) 382 3041

 

Kasultanan Banten

Menengok Sisa Kejayaan Kasultanan Banten

Gambar : Kraton kaibon

MELIHAT reruntuhan bangunan di dalam Keraton Surosowan, siapa nyana jika istana itu dibangun pada tahun 1526, ketika Sultan Maulana Hasanudin, sultan kedua dalam silsilah Kasultanan Banten, memerintah. Bangunan yang nyaris rata dengan tanah itu masih sangat kuat, meski telah ditumbuhi lumut. Kolam pemandian "khusus putri" Roro Denok di tengah keraton bahkan masih utuh. Siang itu, beberapa anak tampak asyik sekali mandi di air kolam yang kotor.

KASULTANAN Banten yang mulai berkembang pada abad 16 hingga akhirnya runtuh pada pertengahan abad 19 tak ayal menyisakan banyak kenangan. Sisa-sisa kejayaan dan kemegahan istananya masih dapat kita saksikan hingga saat ini, meski hanya berupa bangunan-bangunan tidak utuh setelah dihancurkan pemerintah Hindia-Belanda.

Keraton Kaibon, misalnya. Meski saat ini dikelilingi permukiman penduduk yang makin padat saja, istana seluas dua hektar itu tetap terjaga sebagai cagar budaya. Keraton di RT 05 RW 02 Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang juga masih dikelilingi kanal dan Kali Banten seperti saat pertama kali dibangun pada awal abad 19. Hanya saja, kanal yang menyodet Kali Banten itu sekarang terlihat kotor dan kurang terawat. Begitu pula dengan Kali Banten yang di bantarannya telah bertebaran gubuk-gubuk liar.

"Kalau dulu, katanya airnya sangat bening dan alirannya tidak mampet seperti ini. Kali Banten ini hanya 500 meter dari laut dan panjangnya sampai daerah Pandeglang," kata Mulangkara (34), penjaga Keraton Kaibon, saat menerima peserta Wisata Sejarah yang diselenggarakan Pusat Kajian Sejarah Budaya (PKSB) Universitas Indonesia pimpinan Kartum Setiawan, Sabtu (19/6).

Selain Keraton Kaibon, Banten Lama juga masih menyisakan Benteng Speelwijk, Klenteng Kwan Im Hud Cow, Keraton Surosowan, dan Masjid Agung Banten.
Nama Keraton Kaibon yang dibangun pada tahun 1815 ini diambil dari kata keibuan. Pada waktu itu, sultan ke 21 yaitu Sultan Syafiuddin masih sangat belia sehingga pemerintahan dijalankan oleh ibundanya, Ratu Aisyah.

Pada tahun 1832, keraton dihancurkan oleh pemerintah Hindia-Belanda bersama-sama dengan keraton lainnya, termasuk Keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, menurut pemandu wisata dari Museum Purbakala Banten Obay Sobari, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).

Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.

Meski demikian, ada banyak bagian bangunan yang masih berdiri tegak hingga sekarang, yaitu pintu-pintu dan deretan candi Bentar khas banten atau disebut gerbang bersayap. Masih dapat dilihat pula Pintu Paduraksa, pintu khas Bugis yang sisi kanan dan kirinya tersambung, tidak seperti kebanyakan pintu keraton yang bagian atasnya tidak tersambung.

Ruangan yang diduga kamar Ratu Aisyah juga masih tersisa seperempat bagian. Kamar ini khas karena bagian lantainya dibuat lebih menjorok ke bawah (tanah) untuk diisi air sebagai pendingin ruangan. Di atasnya, baru lah dipasang papan yang berfungsi sebagai lantai. Saat ini, masih terlihat adanya lubang-lubang penyangga papan.

SUASANA serupa terasa di Keraton Surosowan, keraton seluas 3,8 hektar yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Agung Banten di Kampung Banten, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Serang.

Pancuran mas adalah satu bagian di dalam keraton yang menarik perhatian. Pancuran yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa digunakan untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu kondangnya nama Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat dari emas. "Setelah Kasultanan Banten runtuh, tak tahunya ada penjarahan. Pancuran diambil semua, mungkin dikira emas," ujar Obay.
Kolam Roro Denok adalah bagian lain yang juga masih terjaga. Di tengah kolam, terdapat tempat istirahat bernama Bale Kambang. Menurut Obay, air untuk mengairi kolam diambil dari Tasik Ardi, semacam danau buatan yang terletak tiga kilometer dari keraton. Air di danau disodet antara lain dari Kali Kronjen dan Pelamunan.

Keraton Surosowan telah tiga kali dibangun akibat hancur karena perang. Terakhir, keraton dihancurkan oleh Daendels pada tahun 1808.

Banten Lama atau Surosowan adalah situs yang berkelanjutan. Di sana ada peradaban prasejarah dan berlanjut ke zaman klasik (Hindu-Budha), lalu beralih ke kebudayaan Islam pada abad ke-16.

Menurut Obay, sebagian sultan yang memerintah di Banten Lama dikuburkan di pemakaman dekat dengan Masjid Agung Banten yang didirikan Sultan Maulana Hasanuddin. Masjid yang telah delapan kali dipugar antara tahun 1923-1987 ini sampai sekarang terus dibanjiri peziarah dari berbagai pelosok Indonesia.
"Ada yang sekadar ingin tahu makam para sultan, tetapi banyak juga yang berziarah untuk meminta keselamatan," kata beberapa pedagang cindera mata yang berjualan di sepanjang jalan menuju masjid. Bahkan, ada pula orang yang "menjual" air sumur yang ada di dalam lingkungan masjid dengan harga seikhlasnya.

gambar : mesjid Agung Keraton


Masjid bertambah lengkap dengan adanya menara di depan masjid yang dibangun semasa kekuasaan Sultan Haji pada tahun 1620 oleh seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon Cardeel. Pada waktu itu, Cardeel memang membelot ke pihak Banten, dan kemudian dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna.

BEREKREASI ke peninggalan Kasultanan Banten barangkali bisa menjadi alternatif mengisi liburan, sangat mengasyikkan dan jauh dari kesan "mengernyitkan dahi'.

Wisata sejarah belakangan marak digelar oleh berbagai kelompok atau lembaga, baik professional atau "kelas" mahasiswa. Salah satu kelompok adalah PKSB. Masih ada lembaga lain seperti Sahabat Museum, lalu Museum Sejarah miliknya Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI, Studi Klub Sejarah Universitas Indonesia, dan lainnya.

Yuli, Kepala Sekolah SLTP 7 Cilacap, Jawa Tengah, mengaku apresiatif dengan kegiatan seperti ini. Dia sengaja pergi dari Cilacap pada Jumat malam dengan menyewa jasa travel agar bisa mengikuti wisata sejarah ke Banten.


 

Gunung krakatau

krakatau Gunung Termasyur di Dunia

Gambar : Gunung Krakatau Dari udara


Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana yang, karena letusan pada tanggal 26-27 Agustus 1883, kemudian sirna. Letusannya sangat dahsyat dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.


Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.


Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakataumeletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.


Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.


Gunung Krakatau Purba

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatauyang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.


Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:


“ Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera ”


Pakar geologi B.G. Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.


Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.


Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan KrakatauPurba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.


Gambar : gunung Krakatau Dari laut

Perkembangan Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakatayang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.


Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.


Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.


Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.


Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.


Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.


Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.


Anak Krakatau

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.


Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatauyang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan in bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.


Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.

 

Suku Baduy ( sunda wiwitan )


Hawa segar dan keindahan alami yang sulit dinikmati di perkotaan, bisa dirasakan bersama matahari yang mulai mengintip dari sela-sela dedaunan. Hanya kokok ayam jantan yang menyapa, tak ada suara radio atau televisi yang terdengar.


Di lereng Pegunungan Kendeng Propinsi Banten itulah Suku Baduy menetap dan bermasyarakat. Kehidupan masyarakatnya yang masih bercocok tanam secara alami dan tradisional, jauh dari modernitas jaman. Namun, Suku Baduy percaya bahwa semua yang mereka kerjakan sudah cukup untuk mereka sendiri. Kepercayaan mereka adalah Sunda Wiwitan, mereka tidak mengenal sekolah dan huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda.


Seorang Jaro (Pimpinan Adat) menjadi palang pintu memasuki gerbang wilayah suku Baduy. Namun bukan berarti Suku Baduy mengisolasikan diri secara ekstrim. Wilayah Baduy sudah terpecah menjadi dua, yakni Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam masih memegang teguh pranata sosial dan adat setempat. Mereka juga belum terkontaminasi dengan dunia luar. Sedangkan Baduy Luar, sudah lebih membuka diri dengan dunia luar dan anggota masyarakatnya berani keluar dari komunitasnya untuk berbagai kegiatan.


Wilayah Baduy luar sekarang berjumlah 54 kampung, yang sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. Baduy luar atau biasa mereka menyebutnya Urang Panamping. Cirinya, selalu berpakaian hitam dengan ikat kepala warna hitam bermotif biru. Umumnya orang Baduy luar sudah mengenal kebudayaan luar (diluar dari kebudayaan Baduy-nya sendiri) seperti mendengarkan radio, sebagian masyarakatnya sudah bisa membaca dan menulis, bisa berbahasa Indonesia. Mata pencaharian mereka bertani.


Sedangkan masyarakat Baduy Dalam memiliki pakaian khas berwarna putih dengan celana hitam serta ikat kepala berwarna putih. Sedangkan wanita baik di Baduy dalam maupun luar memiliki ciri pakaian yang hampir sama berupa kebaya 'Karempong'. Wilayah Baduy Dalam meliputi Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Nama Baduy sendiri diambil dari nama sungai yang melewati wilayah itu sungai Cibaduy.


Selain padi, gula aren dan madu khas Baduy adalah hasil pertanian andalan mereka. Hasil pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung padinya (Leuit) yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga membuat kerajinan tangan seperti Tas Koja yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di anyam, Gelang tangan, cincin khas Baduy. Disamping itu mereka membuat kainnya sendiri sebagai bahan pakaian dan ikat kepala dengan cara menenun.


Tidak sembarang orang bisa masuk ke wilayah suku Baduy Dalam. Untuk mencapai wilayahnya diperlukan penunjuk jalan dan ijin dari pimpinan adatnya serta harus mematuhi ketentuan yang berat seperti di larang membawa kamera. Masyarakat Baduy Dalam terkenal teguh dalam tradisinya. Mereka selalu berpakaian warna putih dengan kain ikat kepala serta golok. Semua perlengkapan ini mereka buat sendiri dengan tangan. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki.


Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa dibayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah jembatan bambu. Jembatan ini dibuat tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.


Suku Baduy, suku yang masih tersisa di abad ini yang masih mempertahankan kehidupannya untuk tetap dekat dan bersahabat dengan alam. Membangun sebuah masyarakat yang damai, makmur dan sejahtera tanpa harus bersentuhan dengan dunia luar yang berpacu dengan modernitas dan kemajuan jaman.