Kasultanan Banten

Menengok Sisa Kejayaan Kasultanan Banten

Gambar : Kraton kaibon

MELIHAT reruntuhan bangunan di dalam Keraton Surosowan, siapa nyana jika istana itu dibangun pada tahun 1526, ketika Sultan Maulana Hasanudin, sultan kedua dalam silsilah Kasultanan Banten, memerintah. Bangunan yang nyaris rata dengan tanah itu masih sangat kuat, meski telah ditumbuhi lumut. Kolam pemandian "khusus putri" Roro Denok di tengah keraton bahkan masih utuh. Siang itu, beberapa anak tampak asyik sekali mandi di air kolam yang kotor.

KASULTANAN Banten yang mulai berkembang pada abad 16 hingga akhirnya runtuh pada pertengahan abad 19 tak ayal menyisakan banyak kenangan. Sisa-sisa kejayaan dan kemegahan istananya masih dapat kita saksikan hingga saat ini, meski hanya berupa bangunan-bangunan tidak utuh setelah dihancurkan pemerintah Hindia-Belanda.

Keraton Kaibon, misalnya. Meski saat ini dikelilingi permukiman penduduk yang makin padat saja, istana seluas dua hektar itu tetap terjaga sebagai cagar budaya. Keraton di RT 05 RW 02 Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang juga masih dikelilingi kanal dan Kali Banten seperti saat pertama kali dibangun pada awal abad 19. Hanya saja, kanal yang menyodet Kali Banten itu sekarang terlihat kotor dan kurang terawat. Begitu pula dengan Kali Banten yang di bantarannya telah bertebaran gubuk-gubuk liar.

"Kalau dulu, katanya airnya sangat bening dan alirannya tidak mampet seperti ini. Kali Banten ini hanya 500 meter dari laut dan panjangnya sampai daerah Pandeglang," kata Mulangkara (34), penjaga Keraton Kaibon, saat menerima peserta Wisata Sejarah yang diselenggarakan Pusat Kajian Sejarah Budaya (PKSB) Universitas Indonesia pimpinan Kartum Setiawan, Sabtu (19/6).

Selain Keraton Kaibon, Banten Lama juga masih menyisakan Benteng Speelwijk, Klenteng Kwan Im Hud Cow, Keraton Surosowan, dan Masjid Agung Banten.
Nama Keraton Kaibon yang dibangun pada tahun 1815 ini diambil dari kata keibuan. Pada waktu itu, sultan ke 21 yaitu Sultan Syafiuddin masih sangat belia sehingga pemerintahan dijalankan oleh ibundanya, Ratu Aisyah.

Pada tahun 1832, keraton dihancurkan oleh pemerintah Hindia-Belanda bersama-sama dengan keraton lainnya, termasuk Keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, menurut pemandu wisata dari Museum Purbakala Banten Obay Sobari, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).

Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.

Meski demikian, ada banyak bagian bangunan yang masih berdiri tegak hingga sekarang, yaitu pintu-pintu dan deretan candi Bentar khas banten atau disebut gerbang bersayap. Masih dapat dilihat pula Pintu Paduraksa, pintu khas Bugis yang sisi kanan dan kirinya tersambung, tidak seperti kebanyakan pintu keraton yang bagian atasnya tidak tersambung.

Ruangan yang diduga kamar Ratu Aisyah juga masih tersisa seperempat bagian. Kamar ini khas karena bagian lantainya dibuat lebih menjorok ke bawah (tanah) untuk diisi air sebagai pendingin ruangan. Di atasnya, baru lah dipasang papan yang berfungsi sebagai lantai. Saat ini, masih terlihat adanya lubang-lubang penyangga papan.

SUASANA serupa terasa di Keraton Surosowan, keraton seluas 3,8 hektar yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Agung Banten di Kampung Banten, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Serang.

Pancuran mas adalah satu bagian di dalam keraton yang menarik perhatian. Pancuran yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa digunakan untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu kondangnya nama Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat dari emas. "Setelah Kasultanan Banten runtuh, tak tahunya ada penjarahan. Pancuran diambil semua, mungkin dikira emas," ujar Obay.
Kolam Roro Denok adalah bagian lain yang juga masih terjaga. Di tengah kolam, terdapat tempat istirahat bernama Bale Kambang. Menurut Obay, air untuk mengairi kolam diambil dari Tasik Ardi, semacam danau buatan yang terletak tiga kilometer dari keraton. Air di danau disodet antara lain dari Kali Kronjen dan Pelamunan.

Keraton Surosowan telah tiga kali dibangun akibat hancur karena perang. Terakhir, keraton dihancurkan oleh Daendels pada tahun 1808.

Banten Lama atau Surosowan adalah situs yang berkelanjutan. Di sana ada peradaban prasejarah dan berlanjut ke zaman klasik (Hindu-Budha), lalu beralih ke kebudayaan Islam pada abad ke-16.

Menurut Obay, sebagian sultan yang memerintah di Banten Lama dikuburkan di pemakaman dekat dengan Masjid Agung Banten yang didirikan Sultan Maulana Hasanuddin. Masjid yang telah delapan kali dipugar antara tahun 1923-1987 ini sampai sekarang terus dibanjiri peziarah dari berbagai pelosok Indonesia.
"Ada yang sekadar ingin tahu makam para sultan, tetapi banyak juga yang berziarah untuk meminta keselamatan," kata beberapa pedagang cindera mata yang berjualan di sepanjang jalan menuju masjid. Bahkan, ada pula orang yang "menjual" air sumur yang ada di dalam lingkungan masjid dengan harga seikhlasnya.

gambar : mesjid Agung Keraton


Masjid bertambah lengkap dengan adanya menara di depan masjid yang dibangun semasa kekuasaan Sultan Haji pada tahun 1620 oleh seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon Cardeel. Pada waktu itu, Cardeel memang membelot ke pihak Banten, dan kemudian dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna.

BEREKREASI ke peninggalan Kasultanan Banten barangkali bisa menjadi alternatif mengisi liburan, sangat mengasyikkan dan jauh dari kesan "mengernyitkan dahi'.

Wisata sejarah belakangan marak digelar oleh berbagai kelompok atau lembaga, baik professional atau "kelas" mahasiswa. Salah satu kelompok adalah PKSB. Masih ada lembaga lain seperti Sahabat Museum, lalu Museum Sejarah miliknya Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI, Studi Klub Sejarah Universitas Indonesia, dan lainnya.

Yuli, Kepala Sekolah SLTP 7 Cilacap, Jawa Tengah, mengaku apresiatif dengan kegiatan seperti ini. Dia sengaja pergi dari Cilacap pada Jumat malam dengan menyewa jasa travel agar bisa mengikuti wisata sejarah ke Banten.


 

posted by wisata Indonesia on 12.57 under

0 komentar: